Kami Puji Dengan Riang!
Musik adalah sesuatu yang indah
untuk dinikmati, tak terkecuali dengan musik gerejawi. Namun di beberapa gereja
masih banyak kita temukan bahwa musik gereja tidak dilakukan dengan baik. Ini
terlihat dari setiap kebaktian minggu di gereja. Lagu-lagu yang sebenarnya
indah dan memiliki makna yang dalam, malah dinyanyikan dengan salah sehingga
kehilangan makna. Ambil contoh lagu dalam buku Kidung Jemaat 3 Kami Puji Dengan Riang, seringkali
dinyanyikan dengan tempo yang sangat lambat, harga not pun diabaikan, sehingga
lagu ini menjadi lagu yang hambar (tanpa
makna). Coba kita lihat sejarah terciptanya lagu ini. Mungkin dengan mengetahui
sejarahnya kita dapat menyanyikannya dengan benar dan penuh makna.
Pengarang syair ini dalam bahasa
Inggris, yang berbunyi “Joyful, Joyful, We Adore Thee” adalah Henry van Dyke,
yang lahir di Germantown, Pennsylvania, Amerika tahun 1852. Ia adalah seorang
pendeta gereja Presbyterian dan diakui sebagai pengkhotbah yang penuh karunia.
Ia juga menjabat sebagai profesor sastra di Princeton University dari tahun
1900 - 1923, sempat menjadi pendeta Angkatan Laut Amerika pada waktu perang
dunia pertama, dan menjadi duta besar di negeri Belanda dan Luxemburg, diangkat
oleh presiden Wilson.
Catatannya sendiri mengenai syair
lagu ini adalah sebagai berikut: “Kata-kata dalam syair ini merupakan ungkapan
perasaan dan harapan umat Kristen masa kini, yang tidak tahkut bahwa ilmu atau
revolusi apapun dapat menumbangkan karajaan sorga. Syair ini mengungkapan rasa
percaya dan pengharapan”.
Menarik sekali bagaimana dalam
bait pertama si penyair menyebut dua macam sinar yang memegang peranan penting.
Sinar matahari membuat bunga berwarna indah dan sedap dipandang mata, demikian
sinar dari Tuhan melenyapkan kabut dosa, derita dan kebimbangan. Dalam bait
ketiga dijelaskan bahwa segala ciptaan Tuhan “memantulkan” sinar-Nya dan
mengajak kita manusia untuk memuji Tuhan. Dan dalam bait keempat ajakan
menyanyi untuk Tuhan lebih dipertegas lagi “mengagungkan kasih dalam lagu
pemenang”.
Syair lagu ini ditulis oleh van
Dyke pada hari ia diminta berkhotbah di Williams College di Williamstown,
Massachusetts. Di pagi hari van Dyke menyerahkan syair itu kepada rektor
perguruan tinggi tersebut sambil berkata: “Ini ada syair untuk Anda. Gunung-gunung
di sekitar sini memberi ilham kepada saya. Cocok untuk dinyanyikan dengan
melodi simfoni kesembilan karya Beethoven”.
Menurut penilaian orang, simfoni
kesembilan itulah karangan Beethoven yang paling megah dan indah. Makan waktu
enam tahun untuk menulis simfoni ini dari tahun 1817 - 1823. Memang nampaknya
Beethoven ingin menggabung bunyi alat-alat musik dan suara manusia dengan
megahnya dalam simfoni ini. Orang selalu bertanya-tanya bagaimana simfoni ini
dan karya-karyanya yang lain dapat dikarangnya setelah ia berumur tiga puluh
tahun, karena sejak itu ia tuli. Menurut cerita, pada waktu simfoni ini digelar
di kota Wina, Austria tahun 1824, para penyanyi solo turun dari panggung dan
membalikan Beethoven menghadap para penonton untuk melihat bagaimana mereka
bertepuk tangan dengan meriah. (kisah ini dikutip dari buku Alfred Simanjuntak
“Kisah Kidung” , Yamuger, hlm 67-68)
Jika dilihat dari sejarah lagu
tersebut, karya ini merupakan sebuah perpaduan yang indah antara syair/lirik
dan melodi lagu tersebut. Lagu ini merupakan sebuah karya yang bermutu sehingga
bisa dinyanyikan hingga sekarang di berbagai belahan dunia. Dari syairnya saja
dikarang oleh seorang profesor sastra dan juga sekaligus pendeta, yakni Henry
van Dyke. Jelas bahwa syairnya ditinjau dari sudut sastra dan juga memiliki
makna teologis yang dalam seperti yang diceritakan di atas. Dari segi musiknya
dikarang oleh salah seorang pemusik terbesar sepanjang sejarah musik dunia. Yah,
Beethoven memberikan yang terbaik dari kemampuan musikalitasnya, walaupun
secara fisik mulai berkurang dalam banyak hal. Kedua orang tersebut lewat karya
ini mau mengajak kita untuk menghadap
Allah dengan pujian yang riang. Makanya lagu ini di dalam Kidung Jemaat 3
merupakan lagu puji-pujian dan pembukaan ibadah. Itu berarti lagu ini merupakan
sebuah lagu ajakan untuk memuji Allah. Kami
Puji dengan riang, bukan hanya Henry van Dyke atau Beethoven, tapi kita semua yang mau menyanyikan pujian
kepada Allah.
Kiranya dengan mengetahui sejarah
lagu ini, kita diberi pemahaman yang baru, serta hikmat untuk memuji Allah
dengan benar dan penuh kesungguhan hati. Karya ini perlu dimaknai dan juga
perlu dinyanyikan/dimainkan secara baik adanya. Sebaliknya, jika lagu ini
dinyanyikan asal-asalan maka betapa sedihnya Henry van Dyke dan Beethoven
mendengarnya; apalagi Allah yang menjadi “objek” pujian. Pada akhirnya kita
dapat sehati menghadap Allah dengan melagukan “Kami puji dengan riang Dikau
Allah yang besar”. Selamat memuji !
Terimakasih. Tuhan memberkati !
BalasHapusAllah Tritunggal memberkati.
BalasHapus🙏🙏🙏
BalasHapus