Quo Vadis
Pertama kali saya membaca istilah
ini ketika saya masih SD. Saya ingat betul karena ada sebuah bemo (angkot dalam bahasa Kupang) yang diberi nama Quo Vadis. Setelah memasuki Perguruan Tinggi baru saya menegtahui
arti dari Quo Vadis. Quo Vadis berasal dari bahasa Latin berarti
“mau kemana?”. Mengetahui artinya, kemudian saya berpikir kembali tentang bemo yang diberi nama Quo Vadis itu. Seandainya dulu saya tahu
artinya, maka sebelum saya naik bemo tersebut saya akan menyampaikan kemana
saya akan pergi kepada supirnya.
Arti pertanyaan Quo Vadis adalah sesuatu pertanyaan yang
bukan saja merujuk pada geografis tertentu, tetapi lebih dalam merujuk ke mana
arah hidup ini? Bukan saja menunjukan ke tujuan (destination) melainkan tujuan
(purpose). Istilah Quo Vadis memiliki cerita di dalam
sejarah gereja. Lebih lengkapnya Quo Vadis Domine? Konon ketika Roma dibakar
oleh Kaisar Nero (Lucius Domitius Ahenobarbus), orang Kristen teraniaya. Aniaya
yang dilakukan terhadap orang Kristen sangat kejam. Ia suka membuang orang
Kristen ke kandang binatang buas, dan menjadikannya tontonan yang mengasyikan.
Petrus berlari meninggalkan kota Roma untuk
menyelamatkan diri, tetapi di jalan ia bertemu dengan Tuhan Yesus yang berjalan
berlawanan arah denganya. Ia bertanya, “Hendak ke mana Tuhan?”, Tuhan Yesus
menjawab bahwa Ia akan masuk ke kota Roma untuk mendampingi umat-Nya. Petrus
merasa tertegur. Ia malu. Ia menyadari sikapnya yang pengecut, tidak
bertanggung jawab dan mencari kenyamanan. Karena itu, ia kembali ke kota Roma. Menurut cerita dalam sejarah gereja, akhirnya ia
mati disalib dengan kepala di bawah. Petrus sebelum mati berkata bahwa kalau
Tuhannya mati dengan kepala di atas, ia tidak layak mati dengan kepala di atas.
Karena itu, ia disalib dengan kepala di bawah.
Pertanyaan Petrus terhadap Tuhan Yesus, “Quo
Vadis Domine: Hendak Kemana Tuhan, merupakan moment yang paling penting. Dimana melalui pertanyaan
ini arah hidup Petrus diubahahkan oleh Tuhan. Pernahkah kita bertanya kepada
Tuhan tentang arah hidup kita? Kemana kita akan pergi? Atau mungkin dimanakah
kita berada sekarang? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang mesti kita renungkan
Seorang yang terhilang/tersesat
bukan saja tidak tahu kemana ia harus pergi tetapi juga tidak tahu dimana ia sekarang berada. Ibarat seseorang yang diculik dan disekap di sebuah rimba yang sangat
luas, ketika terbangun ia kaget akan keberadaannya. Ia tidak tahu dimana ia
sedang berada, walaupun ia memegang peta, tetap saja ia tersesat di rimba yang
luas karena tidak tahu posisinya. Saya pernah mengalami hal serupa. Ketika saya
masuk di sebuah tempat perbelanjaan yang luas dan berlantai enam. Meskipun
sudah berulangkali masuk di tempat itu, namun masih saja tersesat karena hampir semua tempat di
dalamnya sama. Saya tahu kemana saya akan keluar tapi saya tidak tahu dimana
saya berada. Untuk itu setiap kali ke tempat itu saya sering bertanya dimana
saya berada kemudian mencari jalan keluarnya.
Kehidupan pun demikian, banyak
orang yang tersesat/terhilang karena tidak tahu dimana ia berada dan kemana ia
akan pergi. Hidup ini bagaikan berada di persimpangan jalan, dan kita harus
memilih kemana kita akan pergi. Di persimpangan jalan inilah sesorang harus
memilih arah yang benar. Manusia sering merasa diri “tahu” tentang arah
hidupnya padahal dia tidak tahu sama sekali akan masa depan hidupnya. Dalam
kita Amsal 14:12 & 16:25 memberikan sebuah hikmat yang sama, yang bunyi
demikian: “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut”.
Jika demikian, dengan otoritas
siapakah kita tahu keberadaan kita? Dengan otoritas Sang Pencipta yang
menciptakan kita. Suatu ketika ada seorang pemuda pergi ke kantor polisi untuk
melaporkan sepedanya yang dicuri orang. Lalu pemuda itu meminta kepada polisi
untuk ikut dengannya karena ia tahu dimana si pencuri menyembunyikan sepedanya.
Polisi tersebut merasa tidak percaya dengan pemuda itu dan tidak mau pergi
dengan alasan pemuda itu mempermainkan dirinya. Si pemuda terus membujuknya,
dan akhirnya polisi itu dengan terpaksa mengikutinya. Sampai di tempat itu
ternyata memang betul sepeda si pemuda itu ada di situ. Dengan merasa heran
polisi bertanya kepada pemuda itu: “dari mana kamu tahu
sepedamu disembunyikan di sini?” si
pemuda menjawabnya: “saya menaruh GPS pada sepeda saya”.
Dari ilustrasi di atas mau
mengajarkan kepada kita bahwa yang mampu tahu sepenuhnya keberadaan kita adalah
Pemilik Kehidupan kita. Sebagaimana Petrus bertanya kepada Tuhan: “Quo Vadis
Domine?” dan Tuhan menjawabnya dengan sebuah pernyataaan yang membalik arah hidupnya. Sudahkah kita
bertanya kepada Tuhan? Dimanakah kita berada? Kemanakah kita akan pergi?
Tk u uraiannya
BalasHapusKereeen..
BalasHapus