PK
Indonesia adalah negara majemuk,
termasuk dalam bidang keagamaan. Secara nasional ada enam agama yang diakui,
namun selain dari itu ada banyak aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Tak
heran, agama, maupun aliran kepercayaan bisa menjadi sumber konflik antar
kelompok.
Kamu sesat ! Kamu tidak bisa menghargai ! Yang ini
yang benar dan itu salah ! Paling tidak itulah kalimat-kalimat yang bisa kita
jumpai dalam kehidupan umat beragama. Bukannya saling mengasihi satu dengan
lainnya, malahan membenci satu sama lain. Ah, bukankah agama itu mengajarkan
cinta kasih? bukankah agama itu harus saling menghargai? Bukankah agama itu
harus saling mengakui kelebihan dan kekurangan satu dengan yang lainnya
Saya mendapatkan sebuah pelajaran
menarik dari sebuah film yang saya tonton. Film itu berjudul PK, yang dalam
bahasa India beratri mabuk. Film yang disutradarai oleh Rajkumar Hirani ini,
menceritakan tentang seorang (alien) yang datang dari planet lain ke bumi untuk
melakukan penelitian. Namun, baru beberapa saat menginjakan kaki di bumi, dia
mendapatkan masalah. Sebuah benda yang disebutnya remote control dicuri orang.
Padahal benda itu berfungsi sebagai satelit pemberi informasi keberadaannya di
bumi kepada planet di mana ia berasal.
Masalah terbesar PK (orang yang
dianggap mabuk) itu adalah mencari remote control tersebut, karena hanya dengan
benda itu dia bisa kembali ke tempat asalnya. Perjuangan mencari benda tersebut
amal luar biasa. Dia harus mempelajari bahasa manusia, budaya, mengenakan pakaian secara benar.
Setelah belajar banyak hal, dia bertanya kepada orang-orang tentang remote
controlnya itu. Orang-orang pun merasa aneh dengan pertanyaan tersebut,
termasuk juga polisi yang ia tanyai. Tak heran, jawaban yang ia dapat dari
pertanyaannya itu adalah “Hanya Tuhan yang tahu”.
Dari jawaban itu, dengan
kepolosannya dia “mencari Tuhan”, dengan harapan Tuhan dapat mengembalikan remote
controlnya, namun kembali lagi masalah ia temui. Dengan mengambil setting tempat film
ini di India, menunjukan banyak agama yang harus dia pelajari untuk menemukan
Tuhan. Dia merasa binggung, karena umat beragama yang berbeda-beda itu
mempunyai ajaran dan tata cara beribadah yang berbeda kepada Tuhan.
Dia (PK) memutuskan untuk
menyembah Tuhan di setiap agama, karena ia merasa bahwa pasti salah satunya ada
yang benar. Namun, tetap saja dia merasa binggung dan mencurahakan isi hatinya
(curhat) kepada Tuhan dengan mengatakan: “ Aku sudah ke kuil, aku sudah bicar
melalui pengeras suara, aku sudah membaca kitab Gita, Al-Quran, Bible. Pemuka
agama-Mu yang beragam mengatakan hal berbeda satu sama lain. Ada yang bilang
beribadah di hari Minggu, ada yang bilang di hari Selasa, dan ada yang bilang
sebelum matahari terbit, namun ada yang bilang setelahnya. Ada yang memuja
sapi, ada yang mengurbankannya. Ada yang ke Kuil tanpa sepatu, ada yang ke
Gereja pakai sepatu. Manakah yang salah dan yang benar? Aku tak mengerti.
Datanglah, ya Tuhan. Aku ingin pulang”.
Di tengah kegalauannya, dia
bertemu dengan seseorang yang akan tampil di pertunjukan yang berperan sebagai
Dewa Siwa. Tak heran, ia langsung mengejar orang tersebut untuk meminta kembali
remote controlnya yang hilang. Orang tersebut lari dari kejarannya dan masuk
dalam suatu acara keagamaan. Di sinilah suatu tontonan baru yang menarik dapat
dilihat. Di mana PK menemukan remote controlnya yang hilang, namun diklaim
bahwa benda tersebut milik Tuan Tapaswi, yang ia temukan setelah bertapa di
pegunungan Himalaya. Benda itu dianggap serpihan gendang Siwa dan dapat
manghapus kesulitan orang-orang. Namun benda itu tak dapat diambilnya.
Tuan Tapaswi adalah seorang
pemuka agama yang terkenal dan dihormati yang memiliki remote controlnya si PK.
Namun, PK menganggap bahwa Tuan Tapaswi dan para pemuka agama yang lain “salah
sambung” ketika berbicara kepada Tuhan. Dengan ritus keagamaan yang beragam,
misalnya ada yang menyiram susu di atas batu dan memujanya, PK menganggap bahwa
itu sebagai “salah sambung”. Jika doa-doa (panggilan) itu benar, maka seharusnya susu yang dibuang sebagai
ritus itu diberikan kepada jutaan anak jalanan di Delhi dan bukan kepada Tuhan.
Permusuhan anatara PK dan Tuan
Tapaswi pun berlangsung ketika PK mau membuktikan bahwa teknologi yang dipakai
oleh Tuan Tapaswi itu adalah alat yang salah sehingga tidak dijawab Tuhan atau salah
sambung. Permusuhan pun berlanjut sampai di acara TV. PK dan Tuan Tapaswi
dipertemukan dalam sebuah acara. Dalam acara tersebut Tuan Tapaswi menuduh PK
sebagai seorang yang tidak mempercayai Tuhan. Namun, PK menjawabnya dengan
berlinang air mata, dan mengatakan bahwa: ”dengan mempercayai Tuhan, seseorang
mempunyai harapan, namun pertanyaannya, Tuhan manakah yang harus dipercayai?” Pertanyaan ini, merupakan pil pahit bagi Tuan Tapaswi. Tuan Tapaswi selalu
mengatakan bahwa Tuhan itu hanya satu. Namun PK membantahnya dengan mengatakan:
“Tuhan itu dua, pertama: Tuhan yang menciptakan kita semua, dan yang kedua:
Tuhan yang diciptakan oleh orang sepertimu (Tuan Tapaswi)”.
Pada akhirnya PK memberikan pesan
sederhana yang penuh makna, “Tuhan yang menciptakan kita semua, percayalah
pada-Nya, dan Tuhan yang kau ciptakan.., si kembaran Tuhan itu, musnahkanlah! Tuhan
tak perlu dilindungi, Dia bisa melindungi diri-Nya”. Dengan pembuktian PK di
akhir acara, bahwa Tapaswi memberikan “salah sambung” kepada Jaggu yang batal
menikah dengan pria Pakistan muslim yang bekerja di Belgia, PK akhirnya
mendapatkan remote controlnya dan dapat kembali ke tempat asalnya.
Film ini memiliki banyak unsur,
ada sedih, lucu, gembira, serta berisi kritikan dan pesan. Film ini juga
dikecam oleh banyak kalangan, karena dianggap menghina/melecehkan agama
tertentu. Namun, terlepas dari itu, ada beberapa hal yang bisa saya bagikan
sebagai refleksi pribadi saya dari menonton film ini.
1) Tuhan
itu ada, namun Tuhan yang bagaimana?
Manusia
adalah makhluk religius yang dapat merasakan Yang Ilahi (Tuhan) dalam dirinya. Dalam
film tersebut, PK dianggap tidak mempercayai adanya Tuhan oleh Tapaswi. Namun
dibantah oleh PK. PK mempercayai adanya Tuhan yang menciptakan manusia, namun
Tuhan yang diciptakan oleh manusia perlu dimusnahkan. Manusia sering merasa
bahwa ia mampu, mendikte, memahami, membela Tuhan dalam kehidupannya. Inilah
Tuhan yang diciptakan oleh manusia. Manusia merasa bahwa ia dapat memenjarakan
Tuhan dalam pikirannya yang kecil dengan berusaha melindungi Tuhan, apapun alasannya.
Melakukan tindakan anarkis, menyakiti orang lain, bahkan mati sekalipun
dianggap sebagai tindakan melindungi Tuhan. Terlalu lemahkah Tuhan sehingga Ia
perlu dilindungi? Tuhan yang ada adalah Tuhan yang perkasa. Tuhan yang
menciptakan kita, dan juga sekaligus memelihara dan melindungi kita. Hal ini juga sejalan dengan kritik Feuerbach tentang teori proyeksi bahwa manusia menciptakan Allah dalam kehidupan .
2) Peranan
Pemuka Agama
Di Indonesia khususnya, banyak
terjadi konflik antar agama yang dipicu atau diprovokasi oleh para pemuka
agama. Agama yang lain menanggap lebih superior dari yang lainnya. Agama yang
satu dianggap “halal” dan yang lain “haram”. Dari mana kita mendapat hak untuk
membeda-bedakan seperti ini, apalagi menjudge agama yang lain? PK bertanya: “siapakah
Islam dan siapakah Hindu? Dimanakah tandanya? Bukankah pembedaan tersebut
dibuat oleh manusia dengan mengenakan atribut-atribut keagamaan? Dengan melihat kesetaraan umat beragama di
mata Tuhan, maka sikap saling menghargai dan mengasihi antar umat beragama
dapat dipupuk. Di sinilah peran pemuka agama dibutuhkan untuk mengajak umat,
bukan malah sebaliknya memprovokasi yang jahat. Bisa jadi pemuka agama agama
tersebut “salah sambung” seperti yang dikatakan PK.
3) Beribadah
bukan sebagai rutinitas
Ibadah di setiap agama terkadang
hanya dilihat sebagai rutinitas umat beragama. Ibadah seperti itu jika tidak
dimaknai maka hanya merupakan sebuah kewajiban semata dan tidak mencari Tuhan
dengan sungguh-sungguh. PK aja yang alien nyari Tuhan dengan sungguh-sungguh,
masa' umat beragama kagak sih. Jika umat beragama hanya melakukan rutinitas
ibadahnya semata, namun tidak peduli dengan keadaan sosial sekitar, maka umat
beragama tersebut tidak dapat “melihat” Tuhan secara utuh dalam ciptaan yang
lain. Beragama juga diperlukan akal sehat untuk melihat sesuatu yang hanya
dilakukan sebagai suatu rutinitas dan tanpa makna. Terlebih lagi, ibadah yang tidak
memberi dampak bagi sekitar.
4) Tuhan itu kasih
Tuhan itu mengasihi manusia,
namun terkadang manusia yang mempersulit diri untuk menerima kasih Tuhan. Dalam
cuplikan film tersbut, seorang bapak meminta kesembuhan bagi istrinya yang
sedang sakit namun dia disuruh melakukan perjalanan selama 8 hari ke pegunungan
Himalaya. PK mengatakan Tuhan tidak demikian! Jika seorang a nak lapar masakan
dia disuruh guling-guling baru diberikan roti. Jika kita anak Tuhan, maka kita
berhak untuk menerimanya, bukan harus dengan berbagai macam ritus yang
berlebihan dan menyusahkan. Tuhan tidak akan memberi ular beracun pada yang
minta roti, atau kalajengking pada yang minta ikan.
Sekian
refleksi film dari saya. Sorry loh, kepanjangan. Bagi yang dapat pesan dari
film ini bisa dishare sama-sama. Tapi bagi yang belum nonton......, yah ampun.....!
Nontonlah!
Komentar
Posting Komentar