GURU INSPIRASI
Di
dunia ini hampir tidak ada manusia yang tidak pernah dididik oleh guru. Entah
itu seorang profesor yang jenius atau seorang yang dungu, pasti pernah mendapat
didikan guru. Guru memang memberi tempat tersendiri di hati para peserta
didiknya. Seorang guru mungkin akan lebih sulit mengenali muridnya ketimbang
muridnya mengenali gurunya. Di dalam kelas hanya ada satu guru sedangkan murid
lebih dari satu, bisa belasan orang bahkan juga puluhan. Karena itu, jika
seorang guru mengenal muridnya berarti murid tersebut memiliki “keistimewaan”
(prestasi atau karena sensasi) tersendiri.
Namun
jika kita mengenang kembali masa-masa kita diajar oleh guru-guru kita, kita
juga memiliki beberapa guru yang mendapat tempat di hati karena
“keistimewaannya”. Bisa saja seorang guru dikenal karena cara mengajarnya, atau
karena sikapnya, ada juga dikenal karena ketulusan hatinya, dan bahkan tidak
jarang kita mengenal seorang guru karena dianggap jahat. Guru itu bahkan tidak
segan-segan diberi julukan Guru Killer.
Siapakah
guru sehingga ia perlu dikenang jasa-jasanya? Dari mana sebutan guru itu
berlaku dan apa peran guru di dalam mendidik dan mengajar? Arti seorang guru
dalam kehidupan kita, perlu juga kita lihat dari makna kata “guru” secara
etimologis. Guru merupakan nama tempat suci simbolik Hindu dimana Vidya disimpan. Gu artinya gelap, Ru artinya mengusir, Vidya artinya pengetahuan. Jadi secara
etimologis dapat dikatakan jika guru artinya mengusir gelap dengan pengetahuan
atau wawasan.
Sebelumnya
dikatakan jika guru merupakan nama tempat suci simbolik Hindu dimana Vidya disimpan, dengan demikian dapat
kita duga jika makna tempat suci tersebut tidaklah merujuk pada pengertian
nyata tempat atau ruang penyimpanan yang bersifat fisik (denotasi); melainkan
tampaknya lebih merujuk pada ‘tempat’ atau ‘ruang’ yang bersifat metafisik
(meta-fisika; melampaui yang bendawi), dalam hal ini berarti jiwa atau aspek
kesucian jiwa (konotasi) yang melekat pada sosok atau pribadi manusia yang
layak diperguru—yang dianggap telah terbukti mampu mengusir kabut gelap dalam
dirinya.
Dalam
tradisi Hindu kita dapat mengetahui jika representasi sosok atau kepribadian
suci semacam demikian telah dinisbatkan melekat pada suatu kaum atau golongan
manusia yang umumnya disebut sebagai para Brahmana atau Brahmin—yang
menjalankan tugas dalam melestarikan khazanah pengetahuan dan tradisi
kebudayaan Hindu atau Veda. Kata Guru kemudian bertemu dengan kata As yang
artinya mengajar.
Siapakah
yang mengajar dan apakah yang diajarkannya? Tentu saja, para Brahmana-lah yang
kemudian muncul kepermukaan untuk diperguru dan mengajarkan kepada siapa saja
yang membutuhkan Vidya (pengetahuan) atau Veda (kitab suci Hindu, variasi
dialektis yang berarti sama: pengetahuan) demi keinginan dan tekad mengusir
setapak demi setapak wilayah kegelapan yang melekat pada relung kejiwaan; atau
menyingkirkan sejumput demi sejumput tabir hitam yang menghalangi pandangan
mata dari terangnya melihat kebenaran melalui pengetahuan.
Istilah
Vidya yang berarti ‘wawasan’ atau ‘pengetahuan’ dapat ditemui variasi
dialektisnya pada seluruh kebudayaan bangsa berumpun bahasa Indo-Eropa (India
sampai Eropa). Kata Vidya identik dengan kata Idea, yang sangat penting dalam filsafat Plato. Dari bahasa Latin kita
temukan kata Video, tapi di Romawi kata itu berarti ‘melihat’ (namun dapat
dimengerti karena dalam bahasa Inggris, “I see” juga dapat berarti “I
understand”). Selain itu, dalam bahasa Inggris kita mengenal kata Wise (dan Wisdom)—dalam bahasa Jerman, Wissen (mengetahui). Dalam bahasa Norwegia terdapat kata Viten, yang mempunyai akar yang sama
dengan kata India Vidya, kata Yunani Idea, dan kata Latin Video. (GTK. Cimahi.
11 Oktober 2012. 21:22 WIB)
Jika
melihat makna kata Guru di atas,
dapat dibayangkan bahwa betapa mulianya tugas seorang guru. Bukan saja mengajar
memberi pengetahuan tetapi mampu mengusir
kegelapan dalam jiwa. Adakah kita jumpai guru yang berperan demikian di
masa kini? Guru yang bukan saja mengajar, tetapi mendidik dan juga memberi
inspirasi bagi murid-muridnya? William A. Bard mengatakan: “Pengajar biasa memberitahu. Pengajar yang baik menjelaskan. Pengajar yang lebih baik mendemonstrasikan. Pengajar terbaik memberikan inspirasi.
Guru
yang biasa, baik, dan lebih baik, mungkin banyak ditemui di
sekolah-sekolah sewaktu kita belajar, tapi guru yang terbaik yang menjadi inspirasi jarang dijumpai, meskipun ada. Saya
memiliki pengalaman ketika waktu SD-SMA. Di SD, saya diajar oleh seorang guru
yang mungkin ditakuti oleh banyak murid karena dianggap jahat. Masih teringat
jelas ketika sang guru menegur murid-murid yang terlalu nakal dengan cara “memukul”. Beliau memiliki cincin di
jarinya yang kalau saat ingin memukul muridnya cincin itu di balik karena takut
muridnya terluka dengan fatal. Pada waktu itu istilah “ di ujung rotan ada emas “ masih berlaku, jadi kalau memukul anak
muridnya dalam rangka mendidik masih sah-sah saja dan hal itu tidak dilaporkan
orang tua kepada polisi. Saya pun pernah merasakan
hukuman tersebut karena saking nakalnya.
Guru
tersebut tidak lain adalah tetangga rumah saya, dan juga seorang budayawan yang
menjadi guru kami di kelas 2, pada SD Negeri Oebobo 1 Kupang. Beliau bernama
Paulus Haning. Di balik peristiwa-peristiwa hukuman itu ada juga satu peristiwa
yang memberi kesan kuat terhadap saya dengan didikan pak Haning, demikian
beliau kami sapa. Suatu saat, ketika jam pelajaran matematika berlangsung
beliau menyuruh kami untuk mengerjakan tugas dan jika ada yang selesai
mengerjakan dapat pulang lebih dulu. Waktu itu saya menjadi murid yang pulang
paling terakhir dari murid-murid lainnya karena tugas yang diberikan tidak
dapat saya selesaikan. Pak Haning menunggu saya untuk mengerjakan tugas
tersebut dengan setia. Melihat saya semakin gugup, beliau dengan tulus
mengajari saya untuk mengerjakan tugas tersebut. Singkatnya saya dapat pulang
karena beliau membantu mengerjakan tugas itu. Saya pulang lebih lama satu jam
dari teman-teman yang lain. Maklumlah, karena untuk pelajaran matematika saya
adalah seorang yang lambat.
Pengalaman
tersebut memberi kesan yang luar biasa bagi saya pribadi. Pak Haning menjadi
seorang inspirator bagi saya. Memang sampai sekarang saya tidak menjadi seorang
matematikus yang handal tapi paling tidak pengalaman tersebut menjadi suatu
contoh bagaimana menjadi seorang guru yang mengusir
kegelapan, seorang guru yang terbaik;
yang memberikan inspirasi.
Pengalaman
SD bertolak belakang dengan pengalaman saya ketika di SMA. Saya pernah dihina
di depan kelas karena tidak tahu mengerjakan soal matematika. Sungguh dua sosok
guru yang bertolak belakang. Guru yang satu mengusir
kegelapan, guru yang lain membawa kegelapan
yang gelap dalam diri anak didiknya.
Jika
melihat arti kata Guru, maka Yesus
adalah seorang Guru Agung yang memberi inspirasi.
Dalam Injil Matius dan Yohanes, Yesus diberi gelar
“Rabi”, guru, suatu gelar yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Di
dalam Injil diceritakan tentang kegiatan-Nya, “mengajar” yang merupakan
pelayanan yang paling awal yang kemudian disusul dengan “memberitakan Injil”
dan “melenyapkan segala penyakit dan kelemahan”. Sama seperti rabi lainnya, Dia
menarik perhatian beberapa pengikut yang dinamakan “murid-murid”; suatu istilah
teknis yang berkaitan dengan orang-orang yang belajar dari bimbingan seorang
pengajar.
Di antara para pengikut-Nya terdapat
perempuan-perempuan, memperhatikan anak-anak kecil, bergaul dengan orang-orang
berdosa misalnya pemungut cukai dan wanita sundal, yang pantang sekali bagi
kaum rabi. Hal inilah yang membedakan Yesus dan para rabi di zaman-Nya. Sang Guru inilah yang memanggil
jemaat-Nya untuk mengajar dan diajar. Salah satu penyebab Yesus disebut sebagai
Rabi adalah terdapat dalam kharisma yang dimiliki oleh-Nya ketika Ia menyampaikan
pengajaran-Nya. Ia mampu menarik perhatian banyak orang melalui suara-Nya
sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dalam diri mereka yang mendengarkan-Nya.
Betapa luar
biasanya Yesus yang berperan sebagai Guru pada zamannya. Guru yang terbaik yang mengusir kegelapan dan memberikan inspirasi bagi murid-muridnya dan
pengikut-pengikutnya. Menjadi guru seperti Yesus dalam segala aspek
pengajaran-Nya memang tidaklah mungkin, tetapi menjadi sosok guru yang
memberikan inspirasi bagi yang tersisih seperti Yesus, sangatlah mungkin.
Inspirasinya menyentuh kelompok-kelompok orang yang tersisih pada zaman-Nya (orang-orang
berdosa misalnya pemungut cukai dan wanita sundal ). Inilah yang juga diteladani
Bapak Paulus Haning dalam berkarir sebagai guru. Memberikan inspirasi terhadap
saya secara pribadi, sebagai seorang murid yang merasa “tersisih”, dan mungkin
murid lainnya. Semoga kita diberi kemampuan dari Tuhan untuk menjadi “guru”
yang memberi inspirasi bagi sesama kita, terkhusus bagi mereka yang tersisih.
Komentar
Posting Komentar