A.
PENDAHULUAN
ü Pengertian Metode
Secara
etimologis, kata “metode” berasal dari bahasa Yunani: meta= sesudah dan hodos= cara,
jalan. Istilah ini mengandung arti yang prosedur yang sistematis, tertata, dan
teratur, atau cara untuk melakukan sesuatu (a
way of doing anything).
Metode
mengajar adalah cara atau prosedur dalam mengelolah interaksi anatara guru dan
peserta didiknya bagi berlangsungnya peristiwa belajar. Belajar itu sendiri
merupakan kegiatan multidimensi. Artinya, ketika murid belajar, mereka
mendengarkan, melihat, membicarakan, merasakan, memikirkan, menuliskan, atau
melakukan dan membentuk sesuatu. Banyak lagi aktivitas yang terjadi dalam
interaksi itu. Akan tetapi, keragaman aktivitas itu juga bergantung kepada guru
yang mengelolah, memfasilitasi, dan memimpin kegiatan. Misalnya, karena sikap
atau ketidakmampuan, mungkin saja guru kurang memberi peluang bagi
berlangsungnya pembelajaran partisipatif dan dialogis pada interaksi dalam
komunitas yang belajar secara multiarah.[1]
Untuk
sebuah kegiatan mengajar, guru perlu memberi kesempatan bagi anak didiknya
untuk melakukan beberapa aktivitas yang bervariasi, bergantung pada waktu dan
tujuan serta fasilitas dan ruangan belajar. Selain itu, sangat tepat bagi guru
untuk berusaha memahami prinsip-prinsip belajar dan mengenali metode-metode
mengajar, yaitu agar dapat memilih dan menerapkannya. Dalam hal itu, seorang
guru yang kreatif tidak akan menetapkan satu atau dua metode saja di dalam
kegiatan pembelajaran. Misalnya, ia hanya berceramah, lalu diikuti dengan tanya
jawab, atau guru hanya mengelolah kegiatan demonstrasi dan diskusi tanpa
memberikan penjelasan. Bagi guru kreatif, pembelajaran pun dipandang dan
diperlakukan sebagai arena bertumbuhnya kreatvitas pada diri peserta didik.
ü Jenis-jenis Metode Mengajar.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan khusus mengenai
metode studi kasus, perlu juga dilihat berbagai jenis metode yang ada. Denagan
demikian dapat diketahui posisi dari metode studi kasus berada.
Ada
banyak pandangan dari tokoh pendidikan Kristen mengenai metode mengajar yang
dapat dipilih dan diterapkan oleh guru. Misalnya, K.O Gangel (1980) memahami
metode mengajar dari penjelasan dan bentuk komunikasi interaksi guru dengan
peserta didiknya.[2]
1. Metode
yang hanya menekankan komunikasi satu arah, yaitu dari pihak guru kepada
peserta didiknya. Metode yang termasuk ke dalamnya ialah ceramah, kuliah,
cerita, demonstrasi, dan metode audio visual (video, poster dll).
2. Metode
yang membangun komunikasi dua arah, yaitu dari peserta didik kepada pengajarnya.
Metode yang termasuk ke dalamnya ialah laporan tugas membaca, laporan hasil
riset, studi kasus, studi kelompok, studi mandiri, percobaan lapangan,
surat-menyurat, survei lapangan, mengikuti buku pegangan, hafalan, tes paper,serta tulisan reflektif.
3. Metode
yang membangun komunikasi dua arah, yaitu terjadinya relasi dan interaksi
dialogis antar guru dan pesrta didik serta di antar sesama murid. Ada tiga
kategori yang termasuk dapat menciptakan relasi dan interaksi dialogis itu.
a. a. Diskusi
kelompok: brainstorming, buzz-group, studi
kasus, kelompok kecil, forum, wawancara, diskusi panel, seminar, simposium
kolokium, lokakarya, berbagi rasa, dll.
b.
Drama: dialog, bacaan dramatis, mimik,
pantomim, permainan, permainan peran, sosio-drama, tabloid, dll.
c.
Metode proyek: studi kasus, mentor
(bimbingan studi), kelompok kerja, pemecahan masalah, dll.
Dari
berbagai jenis di atas, dapat diketahui bahwa metode studi kasus merupakan jenis metode yang membangun komunikasi dua
arah. Baik komunikasi antara peserta didik dengan guru, maupun komunikasi antar
sesama peserta didik.
ü Memahami Ragam Mengajar Sebagai
Dasar Pemilihan Metode
Ketika
diperhadapkan pada memilih metode untuk mengajar, ada banyak sekali
metode-metode yang menarik, dan setiap metode mempunyai karakteristiknya
masing-masing. Sejumlah metode membutuhkan waktu yang lama dalam
pelaksanaannya, sementara yang lain membutuhkan waktu yang singkat saja.
Sedangkan metode yang lainnya memerlukan perlengkapan dan persiapan yang baik
dan terperinci, serta ada banyak lagi karakteristik lainnya.
Sara
Litlle menjelaskan bahwa dalam pengajaran membutuhkan penggunaan berbagai macam
ragam mengajar yang hendak dipilihnya secara selektif dan hati-hati.
Menurutnya, berbagai ragam mengajar tersebut bertujuan membantu pribadi-pribadi
menumbuhkembangkan dirinya secara utuh. Oleh karena itu sebelum pelbagai macam
metode dibicarakan untuk kemudian dipilih, maka untuk kepentingan tersebut,
dapat dikatakan ada lima ragam mengajar yang perlu diperhatikan.
Setiap ragam akan
melahirkan melahirkan metode-metode yang dapat dipilih untuk mengajar. Dan lima
ragam mengajar dimaksud adalah:
1.
Ragam Pemrosesan Informasi
Manusia
memerlukan berbagai cara dalam mengelolah fakta-fakta agar ia dapat menetukan
kerangka pemahaman, menafsirkan pengalaman, dan membangun suatu cara pandang
terhadap kenyataan hidup.
Cirinya:
segala macam kegiatan berpikir seperti meningat, mengelompokkan, menamakan,
menganalisa, menafsirkan, dll merupakan cara-cara untuk memperoleh informasi
dan menyimpannya sehingga ia dapat dipergunakan kembali dan dihubung-hubungkan.
Hal ini terjadi misalnya ketika mendengarkan satu cermah atau mengkaji suatu
masalah.
Metode-metode
di bagian ini : Ceramah, Simposium, Bacaan terarah,
Tanya Jawab, Seminar.
2.
Ragam Interaksi Kelompok
Manusia
dapat saling belajar dan bersam-sama membangun suatu pemahaman melalui proses
(saling mempengaruhi); isi pemahaman yang diperoleh bersama mencakup: baik
konsep-konsep maupun hal-hal yang non-verbal/relasional. Kelompok ikut serta
mempengaruhi pembentukan “keyakinan” dan “pribadi” nara didik.
Cirinya
: menjelaskan pokok-pokok pikiran, mendiskusikan, mengevaluasi, menguji kesan
orang lain.
Metode-metode
di bagian ini : Diskusi, Kelompok Berbincang, Forum,
Wawancara, Kelompok Melingkar, PA secara induktif.
3.
Ragam Komunikasi Tidak Langsung
Di bagian ini karya seni mempunyai
kemampuan untuk menjembatani keterbatasan komunikasi verbal, mampu melibatkan
seseorang dengan seutuhnya dalam berbagai tahap pemahaman diri dan tahap
konfrontasi. Melalui ungkapan seni kita memperoleh kemungkinan untuk mengalami
arti dari keyakinan kita dengan suatu cara yang dapat mengubah diri sendiri maupun
orang lain.
Cirinya
:
Cerita-cerita, perumpamaan, musik, film, media masa, semua itu membuka pintu
untuk keterlibatan melalui menanggapi, memikirkan, merasakan dengan cara
terlibat dan menanggapi.
Metode-metode di bagian
ini
: Kunjungan Lapangan. Demonstrasi, Lokakarya.
4.
Ragam Pengembangan Pribadi
Jika seseorang memiliki rasa sadar diri
dan sadar lingkungan dengan baik, akibatnya ia merasa diterima dapat berpera
sebagai pribadi yang mampu menyumbangkan sesuatu. Melalui proses ini seseorang
dapat mengenal kemampuan-kemampuan yang tersimpan di dalam dirinya.
Cirinya
:
Mengembangkan prakarsa nara didik, saling berbagi, mengungkapkan gagasan.
Metode-metode di bagian ini :Peragaan
Peran, Sumbang Saran, Debat.
5.
Ragam Aksi-Refleksi
Orang
sering tidak memahami suatu gagasan sebelum gagasan tersebut diwujudkan dalam
tinndakan, dialami, direfleksikan dan ditafsirkan. Disini aspek “teori” dan
“praktek” disatukan. Sambil mempraktekkan suatu gagasan orang mengingat dan
menguji praktek tersebut dengan gagasan yang dianut
Cirinya
:
Analisa situasi, latihan pemecahan masalah, menghubungkan tindakan dengan
pikiran, menghubungkan tradisi (ajaran) dengan ilmu-ilmu masa kini.
Metode-metode di bagian ini
: Studi Kasus, Kamp Kerja.
Jika dilihat berbagai ragam mengajar di atas maka
dapat diketahui bahwa metode studi kasus berada pada Ragam Aksi-Refleksi. Ragam
Aksi-Refleksi tidak hanya menekankan pada aspek kognitif peserta didik tapi
juga pada aspek afektif (refleksi) peserta didik dan juga aspek psikomotorik
(aksi) peserta didik.
B. PEMBAHASAN
Metode
Studi Kasus
Studi kasus merupakan deskripsi mengenai suatu
pengalaman dalam kehidupan nyata, berkaitan dengan bidang yang sedang dikaji
atau dilatihkan, yang digunakan untuk menetapkan poin-poin penting, memunculkan
masalah atau bahkan meningkatkan pemahaman dan pengalaman belajar dari
para peserta. Pelaksanaannya biasanya mengikuti suatu skenario nyata, misalnya
suatu masalah manajemen atau teknis, dari awal hingga akhir. Karena studi kasus
memberikan contoh-contoh nyata mengenai masalah-masalah dan solusi-solusi,
tantangan-tantangan dan strategi-strategi, studi kasus tersebut mendukung
bahan-bahan yang lebih bersifat teoritis dan sering kali menjadikan 'pelajaran'
tersebut lebih dapat diingat dan dipercayai bagi kelas.[3]
Menurut
Daniel Nuhamara[4]
“ Perumpamaan-perumpamaan yang diceritakan oleh Tuhan Yesus sesungguhnya
merupakan studi kasus. Dengan pendekatan ini Yesus menggariskan seluk beluk
salah satu kasus, sebagian dari pengalaman seseorang dan mengundang para
pelajar memanfaatkan akal dan imannya.
Dengan studi kasus, orang didorong untuk
memikirkan inti persoalannya dan mencari jalan pemecahannya. Jadi pengajar
tidak menjawab sendiri semua persoalan melainkan jawaban harus diberikan oleh
masing-masing peserta didik atau pelajar.[5]
Contoh konkritnya terdapat dalam cerita Alkitab yang termuat dalam Markus
10:25-37 tentang “ Orang Samaria yang murah hati”.
Pemahaman
Metode
Sebuah
kisah atau uraian tentang suatu masalah disajikan kepada kelompok untuk
dianalisa, diolah dan mengusulkan pemecahan. Kepada mereka diberikan
pertanyaan-pertanyaan menolong agar percakapan menjadi terarah dan tidak
ngawur.
· Kelebihan
Metode
Peserta mendapat
gambaran tentang kenyataan hidup dan berbagai pemecahan atas masalah yang
dibahas.
·
Kekurangan Metode
Kalau waktu kurang,
metode ini menjadi tidak efektif. Tidak mudah menemukan kasus yang tepat untuk
dibahas.
·
Waktu Yang Diperlukan
Waktu yang diperlukan
sekitar 1-3 jam
·
Kondisi Kelompok
Metode ini dapat
diikuti oleh banyak peserta.
Untuk semua usia (di atas
12 bulan).
Studi kasus dapat
mencakup beberapa atau keseluruhan hal-hal berikut ini:
- Pengaturan adegan (scene)
§
Detail organisasi
§
Deskripsi pemeran (pemain)
§
Gambaran umum tantangan atau masalah
tertentu
§
Informasi tambahan yang diperlukan untuk
memahami skenario tersebut
- Sumber-sumber yang tersedia
- Identifikasi kompleksitas dan masalah-masalah
dalam lingkungan kerja yang mempengaruhi proyek tersebut
- Pertimbangan yang harus diberikan dalam hal
bagaimana masalah dipecahkan, meliputi
- personil / stakeholder
- tahap perencanaan
- pilihan-pilihan yang dipertimbangkan
- implementasi
- hasil-hasil[6]
ü Hasil-hasil Pembelajaran Dari Studi Kasus
Studi kasus adalah suatu pengantian
penempatan peserta dalam suatu posisi pekerjaan (workplace)
jika kursus tidak memungkinkan hal tersebut dilakukan. Oleh karena itu, studi
kasus sangat berguna dalam suatu kursus singkat. Studi kasus juga memberikan
simulasi-simulasi realistis mengenai beberapa pengalaman kehidupan nyata yang
dapat diharapkan para peserta saat mereka berlatih sendiri. Bagi peserta yang
menjalankan on-the-job training, studi kasus dapat menawarkan
pengalaman-pengalaman, pendekatan-pendekatan dan solusi-solusi yang akan
memperluas pengetahuan dan keterampilan peserta yang bersangkutan.
Dengan cara membaca atau
mendengarkan studi kasus dan memikirkan mengenai skenario dan solusi-solusi
yang dimungkinkan, para peserta akan mengembangkan keterampilan-keterampilan
yang mereka perlukan dalam mengejar karier mereka. Keterampilan yang diberikan
mencakup:[7]
- mengidentifikasi masalah atau tantangan
- memahami dan menginterpretasi data
- menganalisa informasi
- mengenali asumsi-asumsi dan menarik kesimpulan
- berfikir secara analitis dan kritis
- berlatih mengambil keputusan
- menerima dan mempertahankan keputusan-keputusan
- memahami hubungan-hubungan interpersonal
- mengkomunikasikan ide-ide dan opini-opini
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Jika diamati, metode studi kasus ini
sangat baik untuk diterapkan di dalam pembelajaran di sekolah. Metode ini bukan
hanya menekankan kepada aspek kognitif semata dari peserta didik tetapi juga
melibatkan aspek afektif dan juga psikomotorik. Dengan metode studi kasus
peserta didik diajak untuk berpikir kritis (kognitif) terhadap suatu masalah
dan setelah menemukan inti permasalahannya peserta didik juga diajak untuk
menyikapinya secara benar (afektif). Dengan sikap itu peserta didik diajak
untuk menentukan pilihan yang terbaik dan dapat melakukan dalam kehidupannya
setiap hari (psikomotorik).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
metode studi kasus ini melibatkan ketiga aspek dari diri peserta didik. Namun
metode yang baik ini jika diamati masih jarang diterapkan di dalam pembelajaran
di sekolah. Ini bisa disebabkan karena berbagai hal, diantaranya: guru belum
mampu menguasai/mempelajari metode dengan baik. Atau mungkin metode ini juga
dianggap baru karena yang lazim digunakan guru hanya metode ceramah, diskusi,
dan tanya jawab. Dari sisi peserta didik, metode ini harus bisa diterapkan
kepada peserta didik yang sudah mampu berpikir abstrak dan kritis. Guru dan
peserta didik juga harus mengenali konteks lingkungan dimana studi kasus
diberikan sehingga dalam pemecahan masalahnya dapat dengan jelas menggambarkan
solusi-solusinya.
Saran
Adapun beberapa saran yang perlu
diperhatikan jika metode studi kasus ini digunakan dalam pembelajaran.
Saran-saran yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
Ø Metode
studi kasus hendaknya merupakan sebuah metode yang digunakan dalam bagian dari strategi pembelajaran yang merupakan indikator dari tujuan pembelajaran.
Ø Perlu
juga memperhatikan ragam mengajar, jika ragam mengajar yang dibutuhkan hanya
untuk menekankan aspek kognitf, maka metode ini kurang cocok untuk digunakan.
Ø Pengenalan
konteks lapangan tentang studi kasus itu harus jelas dikenali baik oleh guru
maupun peserta didik.
Daftar Pustaka
Ismail Andar, 2010, Ajarlah Mereka
Melakukan,
Jakarta : BPK Gunung Mulia
Nuhamara Daniel, 2007, Pembimbing Ke Dalam Pendidikan Agama
Kristen, Bandung: Jurnal Info Media
Sanjaya Wina, 2006, Strategi Pembelajaran, Bandung: Kencana
Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, Bandung:
Kalam Hidup
http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/p9.htm
[1] Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, hlm 229-230
[2]Ibid, hlm 231-232
[4] Nuhamara, Daniel “Pembimbing Ke Dalam Pendidikan Agama
Kristen”, hlm 140
[5] Ibid.
Komentar
Posting Komentar