Karunia Menikmati (Pengkhotbah 6:1-2)
Pernakah
saudara mendengar tentang “karunia menikmati”. Yah kalau belum pernah
dengar istilah tersebut , itu sesuatu
yang wajar karena istilah tersebut tidak tercatat di Alkitab. Istilah “karunia menikmati”
adalah sebuah istilah dari dosen saya ketika di ruang kelas. Namun setelah
mendengar penjelasannya, jika dipikir-pikir ada benarnya juga. Dia
menceritakan, ketika dulu belum mempunyai mobil, dia diantar oleh supir
tetangganya yang mempunyai mobil beserta dengan anak-anaknya karena anak
tetangganya satu sekolahan dengan anaknya. Namun kadangkala tetangganya yang
memiliki mobil itu harus terpaksa naik kereta api supaya menghindari macet dan
tiba di kantor dengan tepat waktu. Ini yang dinamakan “karunia menikmati”, tak punya barang tapi bisa menikmati fasilitas
tersebut, sedangkan ironisnya yang mempunyai barang tidak bisa menggunakannya
secara optimal.
Dalam
bacaaan kita, Pengkhotbah menegaskan demikian: “orang yang dikarunia Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan,
sehingga ia tak kekurangan satupun yang diinginkannya, tetapi orang itu tidak
dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang
menikmatinya” . sungguh sesuatu yang ironis, memiliki tanpa menikmati.
Di internet, saya membaca sebuah
reflesksi singkat demikian:
Anda bisa membeli tempat tidur
yang empuk tapi Anda tidak bisa membeli terlelap
Anda bisa membeli alat olahraga
tapi Anda tidak bisa membeli kesehatan
Anda bisa membeli arloji mewah tapi Anda tidak bisa membeli waktu, dan
lain sebagainya.
Pada
intinya kita dapat membeli sesuatu yang mahal sekalipun, namun untuk apa jika
kita tidak dapat menikmatinya. Di sini Pengkhotbah mau menegaskan bahwa hidup
ini adalah karunia Allah semata, yang kaya bisa saja tidak dapat menikmati kekayaannya dan yang miskin bisa saja
menikmati sesuatu dengan sukacita.
Saya
menutup renungan ini dengan sebuah cerita. Pada suatu hari sang Raja yang
mengalami gangguan tidur dan ia ingin
pergi berjalan menyusuri hutan bersama dengan para pengawalnya. Sesampainya di
hutan mereka menemukan seorang bapak tua sedang terlelap puas dengan kapak dan potongan kayu di sampingnya. Sang raja
mencoba membangunkannya beberapa kali. Akhirnya si bapak tua bangun dan dengan
kaget melihat rombongan raja di depannya. Raja pun bertanya kepada si bapak,
apa yang membuat Anda tidur begitu lelap. Si bapak itu menjawab bahwa dia hanya
berusaha untuk beristirahat setelah memotong beberapa pohon sebagai kayu api,
dan ini yg dilakukannya setiap hari.
Dari
kisah ini, kita belajar bahwa sang Raja walaupun kaya dan memiliki tempat tidur
yang empuk dan nyaman tapi dia tidak bisa memiliki kepuasan dalam tidur, sebaliknya si
bapak tua yang miskin dapat menikmati tidurnya di tengah hutan dengan lelap.
Dalam hidup ini persoalannya bukan soal kaya atau miskin, persoalannya kita
menikmati hidup yang Allah anugerahkan atau tidak. Hidup adalah anugerah,
jalani saja, mungkin kita diberi “karunia menikmati” dari Tuhan.
Komentar
Posting Komentar