Menjadi Saksi (Yohanes 4:39-42)
Apa yang kita lakukan jika kita
ditunjuk menjadi saksi dalam suatu peristiwa. Pasti tidak semua kita bersedia
menerimanya. Bahkan mungkin sebagian besar kita menolaknya. Alasannya karena
menjadi saksi suatu peristiwa itu merepotkan. Kita harus meluangkan waktu kita
untuk berurusan dengan aparat hukum, dan resiko yang lebih besar dari itu ialah
jika kesaksian kita dianggap tidak benar maka status kita dari saksi bisa
berpotensi berubah menjadi tersangka. Belum lagi ancaman dari pihak lain yang
tidak ingin kita bersaksi tentang kebenaran. Yah singkatnya menjadi saksi itu
beresiko.
Ketika masih kecil saya dan
teman-teman sering pergi memancing di Oepoi. Entah dapat ikan atau tidak bukan
yang terpenting, yang terpenting kami bisa bermain bersama dengan gembira. Suatu
saat ketika pulang memancing kami mampir di sebuah selokan persis di jalan PM
untuk mandi bersama. Ketika kami sedang asyik bermain, salah seorang teman juga
asyik dengan permainannya sendiri. Ia bermain ban di jalan raya ( hehehe maklum
permainan tempo dulu). Lalu tiba-tiba terdengar ada bunyi tabrakan, dan yang
yang tertabrak adalah teman saya itu. Kami semua panik dan segera keluar dari selokan untuk melihat apa yang terjadi.
Teman saya yang paling tua sempat menyaksikan
pelaku penabrakan mengambil motornya dan bergegas meninggalkan tempat itu bersama
anaknya. Namun nomor polisi (DH) dari pengendara itu sudah dicatat oleh teman
tertua saya. Ketika banyak orang berdatangan untuk membawa teman saya (korban)
ke RS, teman yang tertua mengatakan bahwa ia menyaksikan peristiwa itu.
Singkatnya orang-orang menyuruh teman
saya yang tertua untuk ikut ke kantor polisi agar menjadi saksi dari peristiwa
itu. Teman saya pun menolak dengan keras untuk menjadi saksi, bahkan ia sempat
menyangkal kalau ia tadi melihat peristiwa itu padahal tadi ia bersemangat
mengakuinya. Alasan dia tidak mau menjadi saksi karena takut berurusan dengan
polisi dan juga bertemu orangtua korban.
Di Amerika juga kita temukan hal
demikian. Adanya angka kejahatan yang begitu besar sehingga pengamanan kota
dilengkapi dengan CCTV di setiap sudutnya. Dengan demikian banyak tindak
kejahatan dapat terungkap. Namun majalah Times
melaporkan bahwa sulitnya suatu kejahatan ditangkap pelakunya karena tidak
ada orang yang bersedia untuk menjadi saksi. Padahal sudah tahu jelas pelakunya
lewat CCTV. Yah sekali lagi, menjadi saksi itu beresiko.
Dari bacaan kita, dapat
dilihat resiko yang besar dari seorang
perempuan Samaria yang menjadi saksi tentang perbuatan Yesus. Dia adalah
seorang yang bisa dikategorikan sebagai pelacur karena kehidupan moralnya yang rusak sehingga dalam kesehariannya dia
enggan bertemu dengan banyak orang. Ini terlihat dari ia biasa mengambil air di
sumur pada waktu siang, sedangkan orang-orang pada umumnya mengambil air pada waktu pagi.
Namun hal menarik yang kita temui
setelah dia bertemu dengan Yesus di sumur Yakub kehidupannya diubahkan. Dia
menjadi seorang yang berani bertemu dengan banyak orang di kota untuk bersaksi tentang Yesus orang Yahudi yang ia temui. Yah, dia mengambil resiko sebagai seorang
saksi. Pertama, kesaksiannya bisa dianggap tidak benar atau kurang dipercaya
karena ia seorang perempuan (kesaksian seorang perempuan tidak bisa dipegang pada waktu itu).
Kedua, ia bisa menjadi bahan olokan karena status hidupnya yang hidup dengan
banyak lelaki, apalagi Yesus yang baru saja ia temui adalah juga seorang lelaki
dan juga orang asing.
Hal ini butuh keberanian yang
besar bagi perempuan Samaria itu untuk mengambil resiko di atas ketika ia
bersaksi tentang Yesus. Namun berkat keberaniannya mendatangkan hasil yang baik
yaitu banyak orang percaya karena kesaksiannya (ay.39). Besaksi tentang kebenaran memang beresiko, namun dampaknya begitu besar bagi dunia. Banyak orang dapat mengenal Kristus karena kesaksian kita. Kita bisa bersaksi melalui banyak hal, antara lain: memberitakan injil, bernyanyi, dan hidup sebagai baik dan benar sehingga dunia dapat mengenal Kristus.
Semoga kita mendapat inspirasi
dari perempuan Samaria ini. Yah, walaupun beresiko namun jika memang kita telah
mengenal Tuhan dan diubahkannya seharusnya kita tidak menjadi orang yang pasif
di dalam kehidupan kekristenan kita. Sebaliknya, kita menjadi orang yang aktif
atau berinisiatif di dalam bersaksi tentang perbuatan Tuhan bagi sekeliling
kita.
Komentar
Posting Komentar