Belajar Dari Kasianur Sidauruk
Kehidupan bersosial di lingkungan kami dijunjung dengan baik. Walaupun sebagian besar didominasi oleh etnis Rote (Salah satu suku di NTT dan pulau terselatan Indonesia). Di tengah dominasi etnis Rote, ternyata ada tetangga samping rumah kami yang berasal dari Sumatera Utara, tepatnya suku Batak. Mereka adalah keluarga Kasianur Sidauruk. Beliau waktu itu bekerja di kantor Pengadilan Tinggi dan istrinya bekerja sebagai guru Kimia di SMPN 2 Kupang. Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua putra dan satu putri yang merupakan anak bungsu. Walaupun mereka keluarga Batak di tempat kami, namun kehidupan mereka dapat memberikan dampak baik bagi lingkungan sekitar. Di tempat mereka diadakan Persekutuan Doa dan juga cara hidup yang memberi teladan di dalam mendidik anak-anak mereka. Tak heran jika orang tua kami menjadikan anak-anak mereka sebagai role model di dalam bersikap dan juga berprestasi di sekolah.
Keluarga kami secara khusus cukup dekat dengan keluarga Sidauruk. Setiap ada acara biasanya orang tua kami terlibat di dalamnya. Keluarga kami dan mereka jadi semakin dekat. Hal ini ditandai dengan bapak dan ibu Sidauruk menjadi orangtua sarani (bapa Ani dalam bahasa Kupang) bagi kedua adik saya saat dibaptis di gereja. Kedekatan ini terus berlanjut, hingga pada suatu masa keluarga Sidauruk harus berangkat meninggalkan Kota Kupang karena berpindah tugas. Waktu itu saya kelas 2 SMP di SMPN 2 Kupang. Secara pribadi bagi saya kepergian itu membekas karena ikatan persahabatan dan persaudaraan yang begitu erat. Namun kepergian itu juga memberikan bekas yang mendalam karena saya tidak naik kelas 3 SMP. Hal tersebut bisa dipastikan karena saya sering membolos sekolah, padahal wali kelas saya di sekolah adalah Ibu Repsi Tambunan (Ibu Sidauruk biasa disapa). Saya ingat moment dimana kami, warga di lingkungan itu mengantar keluarga Sidauruk di Pelabuhan Tenau untuk menumpang kapal laut (antara Awu atau Dobonsolo). Kelurga Sidauruk mendapat tempat di hati kami warga sekitar terutama kelurga kami. Kami melepas mereka dengan suatu keyakinan akan bertemu di suatu kesempatan nanti.
Bertemu Keluarga Sidauruk Lagi
Belasan tahun berlalu, saya akhirnya ingin melanjutkan studi di Jakarta. Pada perjalanan pertama, saya hanya berniat untuk mengecek kampus tempat saya akan berkuliah dan belum terpikirkan untuk mengunjungi keluarga Sidauruk yang saya dengar sudah berdomisili tetap di Jakarta, tepatnya di Jakarta Selatan, Jagakarsa Raya. Saya berencana pulang ke Kupang di hari Jumat waktu itu, tapi karena tiket pesawat habis, akhirnya saya dan beberapa teman menunda keberangkatan ke hari Senin. Kami waktu itu menginap di daerah Tangerang, biar dekat dengan bandara. Dari waktu lowong antara Jumat ke Senin itulah akhirnya saya terpikirkan untuk mengunjungi keluarga Sidauruk. Singkat cerita, saya tiba di rumah mereka dengan dipandu oleh bang Monang (anak sulung mereka). Di situ kami bercerita banyak hal dan pada hari Minggu saya diajak ke gereja bersama keluarga. Saya diminta untuk "bersaksi" di gereja itu. Terus terang saja waktu itu saya sedikit gugup. Saya terbiasa tampil di depan orang banyak untuk berbicara tentang satu topik dan bermusik, namun kalau disuruh bersaksi merupakan pengalam pertama. Walau pun harus mengumpulkan niat dan keberanian akhirnya saya menjawab tantangan beliau. Sehabis ibadah, kami makan dan saya diantar ke penginapan saya di daerah Tangerang. Saya berpamitan dan janji ketika datang untuk studi, saya akan berkunjung ke keluarga mereka lagi.
Sulit Bertemu
Waktu berlalu dan saya akhirnya kembali ke Jakarta untuk menempuh studi lanjut. Saya bersama dua orang teman pergi ke Jakarta dan menginap beberapa waktu di rumah keluarga Sidauruk. Di rumah tersebut yang sering saya jumpai adalah ibu Sidauruk (yang biasa saya sapa Mama Ani) karena beliau punya banyak waktu luang selepas mengajar di sekolah. Anak-anak dari beliau waktu itu juga jarang ditemui karena pada waktu itu kedua anak laki-laki, kak Parlin dan kak Monang sedang mengikuti pendidikan jaksa , sedangkan Agnes bekerja di Angkasa Pura. Beliau bekerja di Mahkama Konstitusi (MK) dan memiliki jabatan yang strategis waktu itu, yakni sebagai panitra. Kepala MK waktu itu adalah Akil Mochtar. Tentunya dengan jabatan seperti itu, beliau juga punya tanggungjawab yang besar. Waktu kerja beliau mulai dari jam 5 pagi berangkat kerja dan baru kembali rumah sekitar jam 12 malam. Hal ini yang membuat sulit untuk bertemu beliau.
Menceritakan Pengalaman Hidup
Suatu waktu beliau pulang kerja di sekitar jam 12 malam dan
saya yang menginap di rumah beliau belum tertidur. Saya membayangkan beliau
dengan capeknya pasti langsung masuk kamar dan beristirahat. Namun waktu itu
beliau sedikit meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan saya. Beliau
menanyakan kabar orang-orang dan perkembangan kota Kupang kepada saya. Di
tengah pembicaraan itu, beliau menyempatkan diri untuk menceritakan pengalaman
hidupnya kepada saya. Tentunya hal ini merupakan suatu cerita yang menarik dan
menginspirasi.
Beliau tidak hanya menceritakan hal-hal yang menarik
dari perjalanan karir beliau, tapi juga menceritakan bagaimana Tuhan menuntun
beliau melewati masa-masa sukar dalam perjalanan karirnya. Beliau mengatakan
kepada saya: “Rudi semakin kamu di atas, semakin banyak kamu merasakan tiupan
angin itu begitu kencang”. Saya terus mendengar dengan seksama. Beliau
melanjutkan, “saya pernah ditwari untuk meloloskan beberapa kasus dengan
tawaran berupa harta. Bisa berbentuk uang, tanah, rumah, barang mewah bahkan, perempuan
simpanan” . Terus terang saya langsung membayangkan betapa menggiurkannya
bentuk-bentuk tawaran tersebut. Semua itu sangat menggiurkan.
Meminta Saya Berdoa
Di akhir dari percakapan kami, beliau meminta saya
untuk didoakan. Beliau mengatakan “Rudi
kamu berdoa untuk bapa Ani dulu supaya terus dijaga Tuhan di dalam bekerja dan
bisa pensiun dengan baik”. Kami akhirnya berdoa bersama dan saya yang memimpin
doa. Setelah berdoa kami pergi beristirahat masing-masing. Singkat cerita saya
dan beberapa teman pamit dari rumah beliau untuk melanjutkan studi. Beberapa
kesempatan saya pergi untuk berkunjung ke rumah keluarga Sidauruk.
Diperiksa KPK
Waktu pun berlalu dan saya selesai studi di Jakarta.
Saya kembali ke Kupang untuk memulai karir. Pada suatu kesempatan, kami warga
sekitar dihebohkan dengan berita di televisi yang menyampaikan bahwa Panitera
Akil Mochtar diperiksa karena berhubungan dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh Akil
Mochtar sebagai Ketua MK. Panitera tersebut adalah Kasianur Sidauruk. Kami pun
dibuat tegang dengan berita tersebut. Dalam hati saya, Tuhan tolong beliau!
Saya teringat akan moment dimana saya mendengar cerita dari beliau dan akhirnya
mendoakan beliau. Tak bisa dibayangkan, figur yang kita jadikan panutan
akhirnya terlibat dalam melakukan skandal korupsi. Saya terus mengikuti kasus
terbut dengan sorotan tetap kepada Panitera Kasianur Sidauruk.
Hidup Berkecukupan
Kasus tersebut dikawal dengan ketat karena merugikan
keuangan negara yang cukup besar. Setiap orang yang terlibat pasti diperiksa
oleh penyidik KPK. Sebagai panitera yang merupakan orang mengetahui sebuah kasus atau masalah hukum yang terjadi di MK, maka Kasianur Sidauruk
wajib diperiksa. Pengembangan kasus pun berlanjut dan akhirnya menunjukan bahwa
Kasianur Sidauruk tak terlibat dengan korupsi tersebut. Saya teringat sebuah
wawancara yang dilontarkan oleh wartawan waktu itu. Kurang lebih wartawan
bertanya kepada beliau begini: “bagaimana Anda tidak bisa terjerumus dengan
kasus ini sedangkan orang-orang sekitarnya sudah ditetapkan sebagai tersangka
karena terlibat dalam kasus korupsi ini?” . Beliau menjawab pertanyaan
wartawan tersebut dengan cukup tenang dan elegan dengan berkata “Yah memang
saya ditawari dengan berbagai hal namun saya menolaknya. Kalau saya mau terima
uang tersebut mau diapakan juga. Saya bekerja dan istri saya bekerja sebagai
guru, sedikit lagi kami pensiun. Anak kami tiga, dua orang jaksa dan yang satu
perempuan bekerja di Angkasa Pura. Kalau mau ditanyai apakah gaji kita cukup? Yah dicukup-cukupkan aja” kurang lebih
jawaban beliau demikian. Beliau nampaknya menghidupi Amsal 15:16 "Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan".
Belajar dari Kasianur Sidauruk
Dari jawaban beliau, menunjukan bahawa beliau memahami
betul arti kecukupan dalam pemeliharaan Tuhan. Mensyukuri apa yang sudah kita
dapat dari Tuhan merupakan hal yang indah. Kita tidak lagi tergiur dengan
tawaran-tawaran dunia yang menjerumuskan kita ke lubang kehancuran. Jika seseorang tidak dapat mensyukuri apa
yang dimiliknya, dia akan menjadi lapar dan haus akan harta duniawi dan dia
akan dibinasakan oleh hawa nafsu kedagingannya.
Arti cukup itu penting dan ini hanya bisa dilihat dengan kita mensyukuri
kehidupan yang kita miliki. Orang yang berbahagia adalah orang yang sudah tidak memiliki ambisi apapun dalam hidup selain bersyukur.
Hal kedua yang dipelajari dari Kasianur Sidauruk adalah integritas. Antara kata dan perbuatannya jatuh sama. Beliau bukan hanya sekedar berbicara tentang integritas tapi beliau menghidupi integritas tersebut. Ketika beliau mengatakan bahwa ia ditawari berbagai hal namun memilih jalan integritas karena korupsi merupakan hal yang memalukan baginya, itu merupakan sebuah integritas. Setiap bidang kehidupan kerja kita pasti ada “angin kencang” tapi bagaimana kita mau berpegang pada Tuhan Sang Pemberi Hikmat itu untuk keluar dari jeratan dosa.
Hal ketiga yang dipelajari dari beliau adalah kekuatan
doa. Beliau percaya bahwa doa dapat menolong bahkan membentengi kita untuk tidak terjerumus dalam lingkaran setan. Tak peduli apa jabatan dan kedudukan kita,
kita perlu berdoa bahkan meminta orang lain menopang kita dalam doa. Kini
beliau sudah menjalani masa pensiunnya dengan bersahaja. Saya melihat beliau
tetap terlibat di dalam pelayanan-pelayanan gereja. Saya terus mendoakan beliau
agar tetap menjadi teladan dan inspirasi. Saya secara pribadi tersentuh dengan kehidupan
beliau. Saya berharap bisa menghidupi hal-hal yang baik juga dari cara hidupnya. Saya
berharap bisa bertemu bapa Ani lagi di lain kesempatan dan mendengarkan cerita
bagaimana Tuhan menuntun sepanjang jalan
kehidupannya. Salam buat Mama Ani, Kak Monang, Kak Parlin dan Agnes. Semoga
Tuhan memampukan kita untuk terus menjadi teladan dan inspirasi bagi banyak
orang, di mana kita ditempatkan.
Komentar
Posting Komentar